HUBUNGAN DANA PENSIUN PADA BUMN DENGAN
KEUANGAN NEGARA
(….
lanjutan..)
Beberapa hari terakhir
ini Mahkamah Konstitusi disibukkan
dengan masuknya
permohonan pengujian terhadap
Undang-undang no. 11
Tahun 1992 tentang DANA PENSIUN.
Yang jadi pokok
permasalahan adalah pertanyaan tentang ada atau tidaknya
hubungan antara Dana
Pensiun pada BUMN dengan
Keuangan Negara.
Pasalnya, beberapa
anggota Pengurus Dana Pensiun tersebut ternyata
dituduh melakukan
perbuatan tindak pidana korupsi,.....
dan telah diputuskan
bersalah.
Putusan Majelis Hakim
Tipikor tersebut tak urung
menyisakan tanda tanya
pada berbagai pihak.
Benarkah Dana Pensiun
di suatu BUMN memiliki hubungan
dengan Keuangan Negara ?
Bukankah Dana Pensiun
menurut undang-undang tersebut
memiliki keterpisahan
kekayaan dengan
Pendirinya, yaitu BUMN
yang bersangkutan ?
--------------------
Dapen PT PERTAMINA berada dalam
lingkup Keuangan Negara
Ini adalah merupakan
kenyataan yuridis, khususnya, dari sudut Hukum Keuangan Negara.Dua alasan yang
dapat digunakan sebagai dasar pijak :
1. Dapen PT PERTAMINA institusi penerima
fasilitas Negara
Dua ciri khusus,
sebagaimana dinyatakan dalam akta pendiriannya, bahwa Dapen PT PERTAMINA
merupakan :
a. Dana Pensiun Pemberi Kerja;
Ciri tersebut sesuai
dengan maksud pasal 5 dan pasal 1 angka 7 Undang-undang no. 11
tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Sesuai dengan ketentuan
yang tertuang dalam pasal …. undang-undang tersebut bahwa PENDIRI, dalam hal
ini PT PERTAMINA, berkewajiban melakukan penghimpunan dana dari para pekerja
(karyawan) serta kemudian menyerahkan pengelolaannya kepada Dapen PT PERTAMINA
sebagai PENGURUS.
Dalam model Program
Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), kendati Pengurus memiliki kewenangan dalam
melaksanakan investasi, arahan investasi dilakukan oleh Pendiri. Artinya, bahwa
berbagai tindakan dalam pelaksanaan investasi hanya dapat dilakukan oleh
Pengurus sepanjang sesuai dengan arah yang telah ditetapkan oleh Pendiri.
Dalam hal ini, Pengurus
berkewajiban melakukan investasi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian
(secara prudent) bagi kepentingan pendiri, pekerja dan pensiunan. Penerapan
prinsip kehati-hatian dimaksud tujuannya, antara lain adalah untuk memastikan
bahwa dana yang dikelola sanggup memenuhi kewajiban manfaat pasti bagi para
pensiunan dan bagi para pekerja pada saat mereka memasuki masa pensiun.
Pola hubungan kerja
tersebut, membawa konsekuensi bahwa segala akibat yang mungkin terjadi dalam
pengelolaan investasi akan menjadi tanggungjawab Pendiri. Oleh karena itu,
walaupun kekayaan Dapen PT PERTAMINA terpisah dari PT PERTAMINA selaku Pendiri,
kekurangan pendanaan yang mungkin terjadi sebagai akibat kebijakan
investasi yang arahnya ditetapkan oleh Pendiri akan menjadi tanggungjawab Pendiri,
dan wajib diserahkan kepada Pengurus.
Dari uraian di atas,
secara jelas dapat dilihat bahwa Dapen PT PERTAMINA adalah merupakan institusi
non-struktural yang berada dalam lingkup BUMN yang mendapatkan fasilitas
Pemerintah, dalam hal ini PT Pertamina --dan anak-anak perusahaannya--, dalam
bentuk kebijakan dalam pengelolaan dana, termasuk dalam pengelolaan investasi.
Dengan demikian, dalam
hubungan ini, keterkaitan Dapen PT PERTAMINA dengan Keuangan Negara bukanlah
semata-mata disebabkan karena status kelembagaannya sebagai BUMN ataupun anak
BUMN, melainkan karena kedudukannya sebagai sebuah institusi yang mendapatkan fasilitas
negara untuk melakukan pengelolaan asset negara yang dapat berakibat pada
berkurangnya asset negara yang berada di tangan BUMN sebagai Pendiri. Hal
inilah yang dimaksudkan oleh Undang-undang no. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara pasal 2 huruf g dan i yang berbunyi :
Keuangan
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
a. ….
…..
g. kekayaan
negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan
daerah;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikanpemerintah.
2. Kerugian Dapen PT PERTAMINA mengakibatkan
Kerugian Negara
Merujuk pada definisi
tentang kerugian negara bahwa, yang dimaksud dengan kerugian Negara adalah
kekurangan asset/ kekayaan Negara karena suatu perbuatan melanggar/ melawan
hukum, lalai, ataupun karena force majeur. Kekurangan asset/
kekayaan ini dapat terjadi antara lain karena uang yang seharusnya disetor,
tidak disetor; kekayaan yang seharusnya menjadi milik Negara, tidak menjadi
milik Negara; atau dapat juga antara lain, karena uang yang berada di kas
Negara berkurang secara melanggar/ melawan hukum; atau asset yang menjadi milik
Negara terlepas dari kepemilikan Negara secara melanggar/ melawan hukum.
Kerugian yang diderita
oleh Negara dalam perannya selaku otoritas akan memiliki dampak langsung yang
sangat luas, yaitu kepada rakyat. Misalnya, tindakan dalam menggelapkan
dana-dana yang ditujukan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, pendidikan,
kesehatan, dlsb yang pada hakekatnya dikelola oleh kementrian/ lembaga akan
menurunkan kemampuan pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat yang
secara langsung akan berakibat terhadap penderitaan masyarakat. Pemikiran
inilah yang kemudian dijadikan alas dalam penindakan kasus penggelapan atas
asset Negara yang kemudian lebih dikenal sebagai kasus korupsi.
Sementara itu, kerugian
yang terjadi dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan akan merugikan
individu, yaitu perusahaan yang kebetulan pemiliknya adalah Negara. Kerugian
dimaksud akan menurunkan kemampuan usahanya dalam mencari keuntungan. Penilaian
terhadap tindakan yang merugikan dimaksud harus dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip profesionalitas yang berlaku.
Oleh karena itu,
kerugian yang terjadi dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan (BUMN),
tidak selalu merupakan kerugian Negara sebagaimana dimaksudkan dalam
Undang-undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kerugian dalam
pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan harus dipandang sebagai suatu
akibat tindakan profesional dalam mencapai tujuan, yaitu mencari keuntungan.
Namun demikian,
kerugian yang terjadi dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan dapat
merupakan kerugian Negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Keuangan
Negara, bilamana kerugian dimaksud terjadi bukan karena keputusan atau
kebijakan dalam pelaksanakan tujuan, yaitu operasi bisnis, melainkan karena
tindakan melawan hukum lain, misalnya karena kecurangan dan kelalaian dalam
pengelolaan keuangan (financial fraude), termasuk pengelolaan asset
yang dapat dinilai dengan uang.
Dengan demikian, dengan
mengacu pada uraian di atas, kerugian yang terjadi pada Dapen PT PERTAMINA yang
disebabkan karena perbuatan melawan hukum yang kemudian berakibat pada
terjadinya kerugian pada PT PERTAMINA merupakan kerugian negara sebagaimana dimaksudkan
oleh Undang-undang no. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Pemeriksaan BPK RI :
sebuah kewenangan atributif
Dari uraian yang
disampaikan pada angka 1 dan angka 2 di atas dengan jelas dapat dilihat bahwa
kewenangan BPK RI dalam melakukan audit terhadap Dapen PT PERTAMINA didasarkan
pada dua hal.
Pertama, bahwa BPK RI
atas dasar undang-undang memiliki kewenangan untuk melakukan audit terhadap
seluruh asset yang dikelola oleh institusi/ lembaga Pengelola Keuangan Negara
yang berada dalam tiga sub bidang Keuangan Negara, yaitu: sub bidang Pengelolaan
Fiskal, sub bidang Pengelolaan Moneter, dan sub bidang Pengelolaan Kekayaan
Negara yang Dipisahkan (BUMN, dlsb) yang secara rinci diatur dalam pasal 2
Undang-undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Kedua, bahwa BPK RI
memiliki kewenangan untuk melakukan audit dalam rangka penghitungan kerugian
negara. Kewenangan ini tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga audit swasta terkait
dengan kompetensinya di bidang pengelolaan keuangan Negara.
Pasal 29 huruf a UU
11 tahun 1992, apa masalahnya ?
Dalam permohonannya
yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi, Pemohon menyampaikan bahwa atas
dasar pasal 29 huruf a kekayaan Dana Pensiun PT PERTAMINA (Dapen PT PERTAMINA)
merupakan kekayaan yang terpisah dari PT PERTAMINA. Dus, karena itu kekayaan
Dapen PT PERTAMINA bukanlah merupakan bagian dari Keuangan Negara.
Pengkaitan Dapen
PT PERTAMINA dengan Keuangan Negara menjadi salah
satu kekhawatiran yang disampaikan dalam permohonan tersebut (angka 28)
mengingat berbagai BUMN pada umumnya telah mendirikan DAPEN sebagai pengelola
dana pensiun para karyawannya. Terjadinya kasus pada Dapen PT Pertamina yang
mengakibatkan Pengurus Dapen PT Pertamina terlibat dalam kasus korupsi akan
sangat berpotensi terjadi pada Pengurus Dapen pada BUMN lainnya.
Dengan mencermati
uraian yang telah disampaikan di satu sisi, dan alur pikir yang disampaikan Pemohon
melalui Kuasa Hukumnya yang merupakan kunci permasalahan dalam Permohonan uji
materi undang-undang tersebut, di sisi lain tampak dengan jelas adanya
kerancuan dalam berpikir Pemohon.
Pasal 29 huruf a undang-undang
no. 11 tahun 1992 tersebut yang pada dasarnya merangkum berbagai azas,
pada hakekatnya, mengatur tentang asal-usul kekayaan yang dikaitkan dengan azas
keterpisahan kekayaan yang pada prinsipnya memberikan pengaturan bahwa
pemisahan kekayaan antara institusi Pendiri dan Dapen harus dilakukan.
Pemisahan tersebut
dimaksudkan agar menghindarkan kerancuan dalam pengelolaan keuangan dalam
rangka pelaksanaan kegiatan operasional institusi, yaitu antara Pendiri dan
Pengurus (Dana Pensiun). Bila diperhatikan, sejauh ini, secara praktis
pemisahan tersebut telah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan, dan
pada prinsipnya tidak mengalami permasalahan di hampir semua lembaga
pengelola dana pensiun. Tidak terkecuali pada Dapen PT PERTAMINA.
Sebagaimana telah
dijelaskan di muka, bahwa keterhubungan antara kekayaan Pendiri dan Dapen hanya
terjadi bilamana Dapen tersebut melaksanakan Program Pensiun Manfaat Pasti
(PPMP). Hal ini mengingat risiko pengelolaan dana yang dilakukan oleh Pengurus
atas dasar arahan Pendiri akan menjadi tanggungjawab Pendiri. Dus, kekurangan
kekayaan yang menyebabkan menurunnya kemampuan Dapen melaksanakan pembayaran
kepada para penerima pensiun sebagai akibat kesalahan pengelolaan investasi
oleh Pengurus akan mengakibatkan berkurangnya kekayaan Pendiri.
Sekedar mempertegas
hal-hal yang telah dijelaskan di atas, perlu kiranya disusun rumusan sebagai
berikut :
2. Dalam Program
Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) arahan investasi diberikan oleh Pendiri, sedangkan
Pengurus adalah sebagai penyelenggara/ pelaksana.
4. Dapen PT PERTAMINA
merupakan Dapen yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP),
oleh karena itu kerugian yang terjadi dalam pelaksanaan investasi menjadi
tanggungjawab PT PERTAMINA sebagai Pendiri.
5. Dimasukannya
Dapen PT PERTAMINA sebagai bagian dari Keuangan Negara karena dua alasan:
a. bahwa Dapen PT
PERTAMINA merupakan institusi yang menerima fasilitas negara dalam pengelolaan
assetnya (investasi);
b. bahwa kerugian
yang terjadi sebagai akibat kesalahan dalam pengelolaan merupakan tanggungjawab
PT PERTAMINA.
6. Oleh karena PT
PERTAMINA merupakan BUMN yang termasuk dalam lingkup Keuangan Negara, kerugian
PT PERTAMINA yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum merupakan kerugian
negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang no. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
*
* *