DANA HIBAH DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
I.
INTRO
Masyarakat pada umumnya
berpendapat bahwa, pemberian dana hibah oleh
Pemerintah tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Alasannya adalah, karena hibah merupakan sejumlah dana yang diberikan oleh
Pemerintah kepada pihak-pihak tertentu di luar Pemerintah.
Pihak-pihak tertentu
sebagai penerima hibah, karena berada di luar system pemerintah (system APBN) tentunya
tidak terikat dengan system tata kelola keuangan negara. Sementara itu, masih
menurut mereka, bagi Pemerintah sendiri,
transfer yang dilakukan sudah merupakan sebuah kegiatan. Oleh karena itu,
logikanya, bukti transfer yang diperoleh dalam kegiatan dimaksud sudah dapat
dijadikan bukti pengeluaran negara yang sah.
Pernyataan di atas adalah
sebuah pernyataan yang disusun atas dasar logika awam. Sebuah pernyataan yang
tidak memiliki landasan pikir
konsepsional yang dapat
dipertanggungjawabkan, khususnya dari sudut pandang keilmuan di bidang hukum
keuangan negara.
II.
KONSEPSI TEORITIK
1.
Hibah Dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Untuk dapat
memberikan analisis terhadap berbagai kasus yang
berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Hibah (grant) perlu
dilakukan telaahan terhadap konsepsi teoritik, khususnya, terkait dengan dana Hibah dalam system anggaran
negara. Tujuannya adalah agar dapat
dirunut bagaimana pelaksanaan anggaran Hibah dimaksud oleh instansi pelaksana,
baik di tingkat Pemerintah Pusat ataupun di tingkat Pemerintah Daerah.
Mengacu pada teori Keuangan Negara, anggaran Negara pada
prinsipnya digunakan oleh Pemerintah untuk membiayai kegiatan rumah tangga
Negara. Dalam kaitan ini, dana yang berhasil dihimpun Pemerintah, baik melalui
system perpajakan ataupun system penerimaan bukan pajak, digunakan untuk
membiayai empat kelompok pengeluaran negara. Yaitu, pengeluaran untuk:
1. membiayai belanja negara, dalam hal ini untuk
pengadaan barang dan jasa Pemerintah,
2. membayar hutang beserta bunganya,
3. transfer, dan
4. pembiayaan lain.
Dalam konsepsi Ilmu Keuangan Negara, pengeluaran untuk
transfer bukanlah merupakan pengeluaran negara dalam arti sebenarnya
sebagaimana pengeluaran untuk belanja negara. Pengeluaran transfer, pada
hakekatnya, merupakan pemindahan kemampuan ekonomis dari negara kepada
pihak-pihak lain. Pengertian ‘transfer’ ini oleh masyarakat umum lebih dikenal
dengan istilah ‘hibah’.
Dalam tata kelola keuangan negara pengeluaran untuk
transfer/ hibah oleh Pemerintah dapat diberikan kepada institusi ataupun kepada
individu. Sesuai dengan pemikiran tersebut, transfer kepada institusi oleh
Pemerintah dapat diberikan kepada negara lain ataupun kepada pemerintah yang
tingkatannya lebih rendah (Local government). Sedangkan transfer kepada
individu, sesuai namanya, diberikan oleh Pemerintah kepada perorangan,
termasuk, dalam hal ini, organisasi non pemerintah.
Menurut kenyataan, dalam berbagai kepustakaan tentang
Ilmu Keuangan Negara, beberapa ahli memiliki persepsi yang beragam. Beberapa
Ahli berpendapat bahwa pengertian institusi bukan saja terbatas pada institusi
pemerintahan, akan tetapi termasuk institusi yang dikelola oleh masyarakat (Non
Government Organization – NGO). Sedangkan yang dimaksud individu adalah
hanya terbatas pada pengertian perorangan.
Terkait dengan itu, pengertian transfer kepada individu menjadi sangat
jelas bentuknya yaitu, antara lain berupa tunjangan pensiun ataupun tunjangan
yang diberikan kepada penduduk yang memiliki penghasilan di bawah standar
rata-rata.
Dengan mengacu pada makna
pemberian hibah yang pada prinsipnya hanya ditujukan untuk penerima hibah, pola
dan mekanisme pemberian hibah dilakukan dengan cara khusus.
Secara formal, pengeluaran
hibah dipicu oleh pengajuan proposal kepada Pemerintah. Namun demikian, seperti
pada umumnya pengajuan alokasi pengeluaran anggaran negara, kunci pemberian
hibah terletak pada analisis atau penilaian terhadap proposal yang diajukan
oleh calon penerima hibah. Dalam kaitan ini, proposal hibah dapat
disetarakan dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan alokasi
pengeluaran negara. Hal ini terlihat ketika proposal hibah mendapat persetujuan
pihak berwenang, proposal dimaksud kemudian berubah fungsi sebagai dokumen otorisasi yang merupakan dasar bagi pengeluaran
negara/ daerah.
Sebagai dokumen yang
kemudian dijadikan alas bagi pengeluaran negara/ daerah, proposal harus memuat
kejelasan berbagai elemen/ unsur antara lain subyek, obyek dan manfaat yang
hendak dicapai oleh subyek. Mengingat dokumen hibah akan berfungsi sebagaimana
layaknya dokumen otorisasi yang diberikan
oleh lembaga legislatif, kajian terhadap elemen di atas harus dilakukan dengan
cara saksama, mendasar, dan secara rinci.
Hal ini dimaksudkan agar pengeluaran yang nantinya dilakukan oleh negara dapat
memperoleh manfaat sebagaimana yang diharapkan.
Oleh karena itu, dalam praktek, pemberian hibah pada umumnya diikuti dengan
persyaratan-persyaratan yang relatif mengikat bagi penerimanya. Persyaratan
dimaksud antara lain, adalah, bahwa pemberi hibah harus memiliki keyakinan
bahwa hibah tersebut akan dapat diwujudkan dengan baik sesuai perencanaan sebagaimana tertuang dalam usulan
(proposal) yang diajukan oleh calon penerima hibah.
Untuk mendukung hal tersebut pemberian dana hibah,
pada prinsipnya, terikat pada hal-hal sebagai berikut. Pertama, dana hibah hanya
dapat dicairkan setelah kegiatan yang direncanakan telah diwujudkan. Artinya, hibah tidak dapat
dilakukan secara blog dan dalam bentuk uang (in money term). Pemberian hibah harus didasarkan pada pengeluaran
nyata. Oleh karena itu, pencairan dana hibah selalu menggunakan pola talangan (pre
financing) yang kemudian dilakukan penggantian (reimbursement). Pemberian
hibah hampir tidak pernah dilakukan melalui mekanisme pembayaran tunai,
termasuk pemberian dalam bentuk uang muka.
Kedua, perlu dipastikan
bahwa pelaksanaan penggunaan dana hibah mengikuti norma sebagaimana diterapkan
dalam pelaksanaan pengeluaran negara yang berlaku pada umumnya. Dalam hal ini,
antara lain, misalnya bahwa dalam pengadaan barang/ jasa dilakukan dengan proses sedemikian rupa agar
tercapai efektifitas, efisiensi, dan keekonomisan penggunaan dana hibah. Secara konkrit, hal tersebut diwujudkan
melalui suatu proses pemilihan penyedia barang dan jasa yang berlaku pada
tataran pemerintah, antara lain, melalui suatu proses pelelangan bilamana
diperlukan.
2. Pertanggungjawaban
Dalam pengelolaan keuangan
negara dikenal adanya dalil bahwa setiap sen uang rakyat harus dipertanggungjawabkan.
Makna yang dapat diungkapkan di balik pernyataan tersebut adalah bahwa
penggunaan uang negara untuk kegiatan apa pun yang dilakukan oleh pemerintah, wajib
dilaporkan kepada rakyat. Ini adalah sebuah konsekuensi dari prinsip
anterioritas. Prinsip yang telah menyebabkan pemberian alokasi anggaran.bagi
suatu kegiatan yang diusulkan oleh pemerintah.
Dalam tata kelola keuangan,
pemberian pertanggungjawaban pada hakekatnya adalah memberi kepastian bahwa
tujuan penggunaan dana dan manfaat yang diharapkan dari suatu pengeluaran telah
sesuai dengan maksud yang telah
ditetapkan.
Beranjak dari hal-hal di
atas, bahwa pertanggungjawaban bukanlah hanya memiliki pengertian yang sempit,
yaitu hanya terbatas pada lingkup yang dibatasi oleh sebuah system Akan tetapi,
dari segi pemaknaan, dapat memiliki dimensi makro yang mencakup system lain.
Konkritnya, dalam masalah
pemberian hibah, pertanggungjawabannya bukanlah hanya terbatas pada bentuk
laporan formal bahwa pengeluaran telah dilakukan, melainkan juga dituntut
adanya kepastian bahwa kegiatan terkait dengan pemberian hibah tersebut
benar-benar telah diilaksanakan, dan manfaat yang diharapkan benar-benar telah
diwujudkan.
Dengan demikian, dalam hal
pemberian hibah, pertanggungjawaban pada prinsipnya merupakan kesatuan yang
utuh yang menjadi tanggungjawab bersama antara pemberi dan penerima. Walaupun,
tentunya harus pula mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain aspek
kebijakan dan juga aspek teknis
pengelolaan.
Beranjak dari pemikiran
seperti itulah tampaknya praktek pemberian hibah dari negara lain kepada
pemerintah Indonesia menerapkan aturan yang sangat mengikat yang dituangkan
baik dalam naskah perjanjian hibah maupun dalam prosediur standar
pelaksanaan (SOP) pemberian hibah. Bila
dicermati, aturan yang sangat mengikat dalam pelaksanaan pemberian hibah
tersebut, pada hakekatnya merupakan sebuah perwujudan pengendalian dari pemberi hibah kepada pihak penerima hibah.
III. IMPLEMENTASI HIBAH DI INDONESIA
Walaupun, secara prinsip,
tetap mengikuti kaidah umum yang berlaku, dalam praktek pengelolaan keuangan
negara di Indonesia, pemberian hibah
diwujudkan dalam bentuk yang sangat bervariasi. Bentuk-bentuk hibah yang
dikenal oleh masyarakat pada umumnya selama ini adalah Bantuan sosial (Bansos), Bantuan langsung
Tunai (BLT), ataupun dalam bentuk
lainnya.
Kendati tidak semua
sependapat, para ahli keuangan negara di berbagai negara menyatakan bahwa dana
pemerintah pusat yang disalurkan kepada pemerintah daerah adalah termasuk dalam
kategori hibah. Oleh karena itu, dalam system Indonesia, Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan
pengeluaran transfer kepada Daerah.
Dalam kaitan ini, bila
diperhatikan secara lebih cermat, Bantuan sosial, merupakan hibah yang
dimensinya sangat luas. Bahkan saking luasnya, bantuan sosial itu sendiri
seolah sudah merupakan pengertian generik yang menggantikan pengertian hibah
itu sendiri.
Oleh karena itu, tidak
dapat disalahkan bila pihak-pihak tertentu kemudian memasukkan berbagai hibah
dalam kelompok bantuan sosial. Padahal, ditinjau dari sudut konsepsi teoritik hal
tersebut tentunya tidak dapat dibenarkan.
Praktek Pelaksanaan
pemberian Hibah
Beranjak
dari konsepsi teoritik yang dijadikan landasan dalam berbagai ketentuan
pengelolaan keuangan Negara, disinyalir bahwa :
1.
Seringkali ditemukan kesalahan dalam pemberian hibah.
Dengan mengacu
pada konsep pemberian hibah yang menyatakan bahwa hibah hanya dapat diberikan untuk dimanfaatkan/
digunakan oleh penerima hibah, pemberian hibah yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah/
Daerah seringkali tidak sejalan dengan prinsip dasar yang dijadikan landasan
gagasan pemberian hibah.
Dengan meneliti elemen dasar yang dijadikan landasan penilaian hibah, pemerintah
(Pejabat) seharusnya sudah melihat dengan jelas bahwa sejak semula sebuah
proposal ditolak atau disetujui permohonan hibahnya. Namun demikian, dalam
praktek, proposal hanyalah merupakan suatu sarana formal bagi pemberian hibah.
2.
Hilangnya
kendali dalam pengelolaan hibah.
Walaupun harus dilakukan dengan pertimbangan yang sangat cermat,
setidaknya hal-hal yang seharusnya dijadikan acuan dalam pelaksanaan pemberian hibah sebagaimana di bawah ini dituangkan dalam
prosedur operasi pemberian hibah, sehingga pengendalian penggunaan dana hibah tetap dapat dilakukan oleh pemerrintah.
a. Teknik pencairan hibah
Sebagaimana telah dikemukakan, pemberian hibah
harus didasarkan pada pengeluaran nyata. Tidak dapat dilakukan secara blog di
awal ketika dilakukan persetujuan pemberian hibah. Oleh karena itu, pencairan
dana hibah seharusnya dilakukan setelah pihak penerima hibah melaksanakan
kegiatan yang telah mendapat persetujuan pemberi hibah. Konkritnya, pencairan
dana hanya dapat dilakukan melalui teknik penggantian dana (reimbursement).
b. Pengujian (verifikasi) pra pembayaran
Pada hakekatnya, pengujian dilakukan
dalam rangka mewujudkan aspek kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan Negara.
Pengujian dimaksud dilakukan untuk memperoleh kepastian bahwa pengeluaran yang
dilakukan oleh pemerintah memiliki unsur kepastian terkait dengan tujuan,
jumlah alokasi dana, dan waktu yang
telah ditetapkan. Disamping itu,
pengujian juga berkaitan dengan kejelasan bahwa pembelian barang dan jasa yang
akan dibiayai melalui hibah harus dilakukan sesuai aturan.
Mengacu pada
hal-hal tersebut, pemberian hibah yang dilakukan oleh Pemerintah seringkali
tidak mematuhi ketentuan. Padahal, sebagaimana dikemukakan dalam analisis di atas, agar penggunaan
dana hibah dapat menghasilkan manfaat yang optimal, dan dilakukan secara
akuntabel perlu dilakukan dengan mengikuti pola tata kelola baku yang ditrapkan
dalam sistem pemerintahan.
Konkritnya, pemilihan penyedia barang harus dilakukan dengan cara
transparan, dan harus dilakukan setelah persetujuan pemberian hibah
diberikan oleh Pemerintah sebagai pemberi
hibah. Menurut kenyataan, hal-hal tersebut seringkali tidak dilaksanakan
dalam hal pemberian hibah dimaksud.
*
* *
No comments:
Post a Comment