(Intermezzo)
KONTROVERSI KEBIJAKAN PUBLIK
Kita semua tentunya sepakat dengan apa yang dikatakan Presiden SBY, bahwa kebijakan publik yang diambil oleh para pejabat publik tidak dapat dipidanakan. Disamping untuk melindungi para pejabat publik agar tidak dikriminalisasi, hal ini tentunya sejalan dengan konsep pemikiran bahwa kebijakan pejabat tersebut pada hakekatnya adalah ekspresi untuk mewujudan kepentingan masyarakat. Ini pun dengan jelas dinyatakan dalam teori kebijakan publik yang dapat dibaca dalam berbagai kepustakaan.
Namun, rasanya kita kok seharusnya sependapat dengan apa yang dikatakan oleh seorang advocat senior di negeri ini. Sebagai orang yang selama ini malang melintang di dunia peradilan, dia tampak lebih jernih melihat suatu permasalahan. Dalam suatu kesempatan dia menyatakan bahwa “Nanti dulu, harus dilihat substansinya !” “Jangan kemasannya !” “Bungkusnya sih dapat saja merupakan kepentingan masyarakat, tetapi adakah hal lain behind the policy ?”
Nah, untuk yang satu ini harusnya kita tidak boleh menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu. Ini adalah sesuatu yang serius. Sebagai seorang advocat senior, rasanya dia terbiasa melihat makna yang selalu ada di balik suatu kejadian. Entah apa yang dipikirkan ! Tapi paling tidak pernyataan tersebut mestinya dapat menginspirasi semua pihak agar melakukan penelisikan yang lebih cermat terhadap kasus Bank Century.
Dan ini bukan suatu dorongan agar semua pihak bersikap prejudice. Namun, hanya sekedar mengingatkan agar berbagai pihak dapat bersikap lebih transparan untuk menghindarkan syak wasangka masyarakat. Sebab, kalau saja boleh kita artikan secara lebih jelas makna pernyataan tersebut, tampaknya dia ingin ada suatu pembuktian bahwa dalam pengambilan keputusan bail-out Bank Century tidak terdapat abuse of power. Itu saja !
Padahal, para anggota DPR di Pansus Bank Century sudah berhasil mengungkap bahwa berbagai tindakan yang dilakukan pihak-pihak tertentu mengindikasikan terjadinya abuse of power. Ini adalah hasil kerja berbulan-bulan para anggota Dewan yang disaksikan masyarakat dan diliput mass media. Hasil akhirnya pun jelas. Yaitu pelengseran pejabat-pejabat teras di republik ini. Nah, ini baru sesuatu yang lucu !
KONTROVERSI POLITIK DAN HUKUM
Berakhirnya proses ‘pengadilan rakyat’ kasus Bank Century di DPR telah menghasilkan sesuatu, yang menurut beberapa pihak, di luar dugaan. Awalnya, sebenarnya masyarakat mencurigai bahwa dengan membentuk Pansus Bank Century, DPR sedang menyajikan sebuah dagelan politik.
Tapi, melihat hasil yang disajikan, kita akhirnya yakin bahwa itu adalah kerja serius para anggota Dewan. Analisis yang tajam, investigasi lapangan yang menghasilkan bukti atau fakta yang teruji tidak disangkal merupakan landasan yang kokoh untuk menopang keputusan yang harus diakui sangat luar biasa. Dari bukti dan fakta yang disajikan maupun investigasi terhadap para pelakunya disimpulkan bahwa ada yang salah dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah, sehingga mengakibatkan kerugian Negara. Itulah keputusan Pansus-DPR.
Lucunya, berbagai pihak kemudian justru menuduh bahwa DPR sedang melakukan politisasi hukum atau hukum yang dipolitisasi. Bagi masyarakat, hal ini memang tidak jelas. Masyarakat memang tidak harus meraba apa yang diinginkan kelompok-kelompok politisi di lembaga tersebut, tapi masyarakat ingin bila memang ada unsur pidananya ya seharusnya penegak hukum sigap mengambil alih penyelesaian masalahnya. Bukan malah berdalih bahwa keputusan Pansus DPR merupakan keputusan politik yang tidak begitu saja dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan hukuman.
Masyarakat juga mahfum, bahwa keputusan Pansus DPR merupakan keputusan politik, karena proses dan pengambilan keputusannya dilakukan oleh lembaga legislatif. Namun harus diingat bahwa keputusan dimaksud didasarkan pada fakta hukum. Lha kalau, para penegak hukum merasa harus memformalkan penyelidikan dan penyidikannya untuk memenuhi norma yang berlaku, kan tinggal mentrasir langkah yang sudah ditempuh selama ini, kemudian menguji hasilnya.
Bila unsur abuse of power dan kerugian Negara tersebut terpenuhi, dan ditengarai ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan. apakah masih terdapat keraguan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Korupsi ? Lha kalau beberapa pihak yang berkompeten terhadap penerapan Undang-undang Korupsi juga ikut-ikutan meragukan, ya lucu to !
P E N U T U P
Konon ketika menonton film lucu yang berbau sarkastik tentang kemiskinan dan kesulitan hidup masyarakat tingkat bawah di republik ini JK minta maaf, karena merasa bertanggungjawab kepada rakyat. Sebagai pemimpin memang tidak semua bisa dia lakukan. Tetapi, paling tidak sikapnya yang sportif telah membuat masyarakat menyadari bahwa JK sebagai pimpinan ternyata tidak mudah memberikan apa yang dibutuhkan oleh rakyat.
Nah, bagaimana dengan segala kelucuan yang terjadi dalam kasus Bank Century ini ? Kita yakin bahwa para pemimpin negeri ini semua menonton. Tapi, siapa yang merasa bertanggungjawab ? Apakah kemudian juga cukup dengan permintaan maaf saja ? Atau, bahkan tidak pernah mengungkapkan permintaan maaf sama sekali ? “Ah, it’s ridiculous !” kata teman-teman saat di London.
Ungkapan tersebut, kalau kita lihat di kamus, kurang lebih artinya ‘Alangkah lucunya’. Tapi kayaknya lebih dari itu barangkali. Ekspresi tersebut bisa berarti lucu, tapi mengandung arti ‘agak’ memalukan.
Ya itulah kira-kira ungkapan mereka-mereka yang di luar sana. Saya kira mereka cukup obyektif. Karena kata orang bijak, kalau mau lihat indah atau tidaknya rumah kita, kita mesti keluar rumah dulu. Nah, mereka-mereka yang berbicara itu sekarang lagi pada di luar rumah.
1 comment:
Assalamualaikum, Pak Siswo
Saya Bagus Ardian, pegawai Ditjen Perbendaharaan yang selama ini berusaha mengikuti blog Bapak untuk mengupdate pengetahuan mengenai Keuangan Negara. Saya juga lulusan S2 Public Finance UGM 2007 dimana Bapak menjadi dosen pada mata kuliah konsentrasi Public Finance tersebut. Dalam kesempatan lain, saya dan Pak Saiful menyempatkan diri ke Bandung untuk memperoleh pencerahan dari Bapak selaku Guru Besar Ilmu Keuangan Negara.
Perkenankan saya menanyakan mengenai status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ketika Mahkamah Konstitusi membatalkan beberapa materi UU Sisdiknas sehingga status BHMN menjadi batal demi hukum, tiba-tiba diberikan solusi untuk menjadi BLU saja.
Inilah yang mengundang pertanyaan saya, apakah memang benar solusi yang diberikan tersebut, mengingat konsep BLU itu sendiri mempunyai kewajiban pelayanan umum (SPM) walaupun bisa memperoleh untung ? Dalam PP 23/2005 juga dinyatakan bahwa BLU diperuntukkan bagi pelayanan umum, kawasan khusus, dan pengelolaan dana khusus. Saya khawatir kerancuan seperti ini akan melahirkan konsep-konsep seperti Pusat Investasi Pemerintah (PIP) baru yang sudah tidak benar sejak kelahirannya, namun karena didukung oleh Pejabat-Pejabat Eselon I, seakan-akan menjadi benar.
Mohon pencerahan atas permasalahn tersebut, atas waktu dan perkenan Bapak, saya ucapkan banyak terima kasih.
Bagus A. (Direktorat SMI)
Post a Comment