(INTERMEZZO)
Bila saja Majelis Hakim dengan cermat mendengarkan paparan pendapat ahli Tony Prasetiantono, ekonom dari UGM yang kebetulan dihadirkan pada sidang Kasus Bank Century tanggal 12 Oktober lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, niscaya akan membebaskan terdakwa Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi dari tuduhan melakukan tindak pidana korupsi.
Betapa tidak, karena kendati pendapat ahli menegaskan bahwa uang yang ditilap oleh terdakwa mengakibatkan kerugian Negara, kerugian tersebut baru akan dapat dibuktikan 10-15 tahun yang akan datang. Itu pun besarannya belum pasti. Sangat tergantung pada berapa nilai asset bank Century pada saat penjualan. Sementara itu, berbagai pihak saat ini justru sedang berusaha agar penjualan asset Bank Century, sekarang bernama Bank Mutiara, mampu menguntungkan negara. Nah kalau ini berhasil, bisa-bisa yang akan terjadi bukan kerugian Negara, melainkan keuntungan Negara.
BUKAN PELAKU EKONOMI
Sebenarnya sah-sah saja bagi setiap orang untuk menafsirkan pengertian kerugian Negara. Oleh sebab itu, tidaklah sepenuhnya dapat disalahkan bila seorang ahli ekonomi ataupun perbankan diminta memberikan penafsiran tentang kerugian Negara seperti yang terjadi pada persidangan di atas. Tergantung sudut pandang yang diharapkan.
Tentunya, sesuai disiplin ilmu yang dikuasainya, seorang ahli ekonomi akan menafsirkan Negara sebagai pelaku ekonomi. Negara memang merupakan pelaku/ subyek ekonomi dipandang dari sudut sosio ekonomis. Sebagai pelaku ekonomi, Negara tidak ada bedanya dengan pelaku ekonomi lainnya, misalnya individu ataupun perusahaan. Oleh karena itu, Negara dapat saja menderita kerugian sebagai akibat tindakannya pada saat melakukan interaksi dengan pelaku ekonomi lainnya. Kerugian itu dapat dinyatakan secara konkrit, artinya dapat dihitung, pada saat terjadinya interaksi ataupun baru akan dapat dinyatakan pada suatu saat di masa yang akan datang. Tergantung bentuk interaksi yang dilakukan dan teknik pencatatan yang diselenggarakan.
Namun demikian, dalam kasus bailout Bank Century kedudukan Negara harus dipahami secara berbeda. Dalam konteks ini, kedudukan Negara bukanlah sebagai pelaku ekonomi. Negara bukanlah sebagai anggota komunitas ekonomi (sosio ekonomi). Oleh karena itu, tindakan pemerintah (Negara) mem-bailout Bank Century bukanlah seperti halnya tindakan suatu perusahaan yang membeli atau menyelamatkan sebuah bank yang sedang collaps.
Penyelamatan Bank Century, kalau boleh dikatakan demikian, adalah penyelamatan perekonomian nasional. Dan ini merupakan tanggungjawab Negara selaku otoritas. Yaitu, Negara dalam kedudukannya sebagai penguasa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan kebijakan makro ekonomi.
Dalam kedudukannya seperti itu, keberhasilan tindakan pemerintah tidaklah dapat sekedar diukur in money term, yaitu berapa jumlah uang yang telah dikeluarkan dan berapa yang mungkin akan dapat diterima kembali.
Kalau saja tindakan pemerintah mem-bailout Bank Century benar-benar didasarkan pada suatu keharusan karena situasi dan kondisi ekonomi yang mengharuskan demikian, keuntungan yang diharapkan pemerintah adalah terhindarnya perekonomian nasional dari kehancuran. Dan ini ini tentunya tidak sebanding dan akan jauh lebih besar dari sekedar dana yang telah dikeluarkan. Oleh karena itu, tindakan mem-bailout itu sendiri tidak dapat dihitung untung-ruginya dengan penjualan asset bank Century di masa datang. Tindakan pemerintah dalam melakukan penyelamatan Negara, dalam hal ini di bidang perekonomian nasional, adalah suatu kewajiban mutlak.
MELEMAHKAN TUNTUTAN JAKSA
Dipandang dari konsep Hukum Keuangan Negara, kerugian Negara bukanlah suatu peristiwa ekonomi. Kerugian Negara adalah suatu peristiwa hukum sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum. Artinya, tidak akan pernah terjadi kerugian Negara sepanjang tidak terjadi perbuatan melawan hukum. Ini terutama bila dikaitkan dengan tindakan penanganan korupsi.
Sementara itu, kerugian Negara itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang nyata. Yaitu, bila penerimaan yang seharusnya diterima Negara ternyata tidak diterima, atau pengeluaran yang seharusnya tidak dilakukan, tetapi tetap dilakukan, sehingga secara nyata mengakibatkan berkurangnya kekayaan milik Negara. Dan kerugian Negara ini dengan jelas akan tampak dalam catatan pembukuan Negara yang diselenggarakan sepanjang tahun.
Kita tidak tahu siapa yang menghadirkan ahli ekonomi dalam persidangan tersebut. Yang jelas, pendapat ahli yang tidak sejalan dengan posisi kasus Bank Century ini merugikan jaksa penuntut umum, karena masalah kerugiaan Negara merupakan unsur penting dalam penyelesaian kasus korupsi.
Padahal dalam kasus Bank Century ini, perbuatan melawan hukum para terdakwa mungkin dengan mudah dapat dibuktikan. Namun, dengan tidak terbuktinya kerugian Negara secara nyata, hakim tidak dapat memutuskan bahwa telah terjadi korupsi. Nah, inilah mungkin salah satu penyebab banyaknya kasus korupsi yang ditangani pengadilan pada akhir-akhir ini tidak mampu terselesaikan dengan baik.